Thursday, January 5, 2017

Korelasi Ilmu Gizi Dengan Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya



Korelasi Ilmu Gizi dan Ilmu Agama
A. Pengertian Ilmu Gizi
Gizi menurut Islam berasal dari bahasa Arab "Al-Gizzal" yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak di gunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Makanan atau tha'am dalam bahasa Al'Qur an adalah segala sesuatu yang di makan atau di cicipi. Karena itu "minuman" pun termasuk dalam pengertian tha'am. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 249, menggunakan kata Syariba (minum) dan yath'am (makan).
Makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang di perlukan tubuh harus baik kualitas maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa di sebut dengan triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan salah satu zat gizi tertentu pada suatu jenis makanan, akan di lengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain.
B. Korelasi Ilmu Gizi dan Ilmu Agama
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa gizi adalah makanan yang sangat berguna untuk tubuh dan kesehatan, namun didalam mengkonsumsi makanan kita perlu memperhatikan bahwa ada ayat dalam al-Quran yang menjelaskan umat manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsinya. Misalnya pada surat Al-A’raf ayat 31 : 

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa perintah Allah agar manusia mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan dalam jumlah yang sesuai yang diperlukan oleh tubuh. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa mengkonsumsi makanan dari sumber zat gizi manapun dengan jumlah yang melebihi kebutuhan tubuh akan memberikan efek samping dan menyebabkan beberapa gangguan kesehatan, hal ini menunjukkan bahwa ilmu tentang nutrisi bagi tubuh telah Allah sampaikan beratus-ratus tahun silam sebelum ilmu dan pengetahuan berkembang. Selain ayat tersebut Rasulullah saw. pernah bersabda :

عن المقدام بن معدي كرب اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: مَا مَلاَءَ اَدَمِيُّ وِعَاءَ شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ, بِحَسْبِ ابْنِ اَدَمَ لُقَيْمَةٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَاِنْ كَانَ لاَمحَاَلةَ فَاعِلًا فَثُلُثٌ لِطَعَامِه وثُلُثٌ لِشَرَا بِه وثُلُثٌ لِنَفْسِه.( رواه الترمذى وابن حبان )
Dari miqdam bin ma’dikariba sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:“Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya sendiri ,  cukuplah bagi anak adam beberapa suap yang dapat  menegakkan tulang punggungnya, jikapun ingin berbuat lebih, maka sepertiga untuk makanan dan sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk nafasnya. ( HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Miqdam, bahwasanya Nabi memerintahkan kita untuk makan yang cukup dan tidak memenuhi seluruh perut kita dengan makanan. Tetapi dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, dan sepertiga untuk udara.  Sebagai ilustrasi, jika sebuah blender yang diisi penuh sampai ke atas dan kemudian mesinnya di hidupkan, maka blender itu bisa pecah atau rusak. Perut manusia bukan blender, tetapi sebagai penghalus, berfungsi juga sebagai pemecah, pencampur, dan pengolah makanan, segalanya menjadi satu.
Pembatasan makanan tidak berarti anjuran untuk menahan lapar terus menerus yang membuat orang lapar gizi. Al-hadis mengajarkan untuk makan setelah lapar, dan berhenti sebelum kenyang.  namun yang dimaksud lapar di sini bukanlah lapar dalam pengertian lapar gizi. Dengan demikian, islam telah mengajarkan pola makan yang seimbang. Pola makan yang berlebihan merupakan sesuatu yang dilarang oleh Allah. Telah terbukti dalam literatur kesehatan bahwa makanan yang berlebihan merupakan dasar dari berbagai penyakit. Kelebihan makanan dapat membuat obesitas yang menambah resiko berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan lain-lain. Untuk menjaga agar terbiasa tidak makan berlebihan, islam juga mengatur puasa wajib di bulan ramadan dan puasa sunat di hari lainnya.
Tubuh manusia membutuhkan makanan seimbang yang bisa dikonsumsi dan diserap, serta menggantikan zat-zat yang hilang darinya, menghilangkan rasa lapar, untuk kemudian menjadikannya kuat bekerja dan beraktivitas, serta memperkuat peran imunitas yang ada di dalamnya guna melawan virus dan penyakit. Makanan seimbang adalah kata lain dari makanan sehat, sebagai bentuk perwujudan bagi keseimbangan yang telah ditetapkan Allah SWT pada segala sesuatu.

(٨) أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ  (٧) وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
(٩) وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

“Langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kalian jangan merusak keseimbangan itu, dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kalian mengurangi keseimbangan itu.” (QS ar-Rahman: 7-9).
Oleh karena itu, melalui berbagai penelitian kajian para ahli gizi telah berusaha mengetahui berbagai kebutuhan makanan yang dibutuhkan manusia. Kemudian mereka membuat dasar-dasar pijakan yang jelas dan benar tentang makanan itu sesuai kondisi, lingkungan, serta usia seseorang. Pada bagian lain, beberapa agama yang mengharamkan memakan daging. Misalnya agama Budha dan Hindu, mereka hanya membolehkan manusia memakan tumbuh-tumbuhan, seperti kaum vegetarian. Meskipun tumbuh-tumbuhan kaya akan unsur penting seperti mineral, karbohidrat dan vitamin, tapi porsi makanan penting yang digunakan untuk menghasilkan kalori dan pembentukan jaringan jauh lebih banyak pada hewani. Oleh karena itu, manusia harus mengkonsumsi makanan secara seimbang (nabati dan hewani) yang bisa mendorong sekaligus membantu kerja semua anggota tubuh.
Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباًوَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang dapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (QS Al Baqarah :168)
Sudah tentu sebagai umat islam, diwajibkan memakan makanan dari sumber dan bahan makanan yang halal. Tidak hanya menyebutkan tentang makanan yang menyehatkan tubuh, dalam Al Qur’an juga disebutkan dalam banyak ayat tentang makanan yang haram, karena di dalamnya lebih banyak mengandung penyakit dibandingkan manfaatnya. Seperti daging babi yang banyak menimbulkan penyakit pada manusia, babi dianggap sebagai hewan yang tidak layak untuk dikonsumsi, sumber parasit (taenia solium, trichinila spiralis, schistosoma japonicum, fasciolepsis buski, ascaris, anklestoma, calonorchis sinensis, paragonimus dan swine erysipelas), berbagai bakteri penyebab penyakit seperti TBC, cacar (small pox), scabies, Rusiformas N (pembusukan pada kaki), salmonella choler suis, blantidium coli, brocellosis, toxoplasma gondi. Selain itu terdapat berbagai makanan yang diharamkan dalam Al Qur’an yang mempunyai efek buruk terhadap kesehatan seperti khamr, bangkai, darah dan binatang yang disembelih tidak dengan menyebut asma Allah SWT. Melalui kemajuan teknologi, saat ini sudah terdapat standar sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman yang tentunya mengacu pada ilmu-ilmu yang terdapat dalam Al Qur’an dan Al Hadist.

Kolerasi Ilmu Sosial Budaya dan Ilmu agama
A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya
Ilmu budaya adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling mendasar dalam kehidupan manusia sebagai mahluk berbudaya. Sosial Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai suatu konsep budaya, makanan bukanlah semata-mata suatu produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia yang dapat dipakai oleh organisme termasuk manusia untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi makanan sebagai sesuatu yang akan dimakan, diperlukan pengesahan budaya. Lewat konsep-konsep budaya itulah sejumlah makanan yang menurut ilmu gizi sangat bermanfaat untuk dikonsumsi, tetapi dalam prakteknya bisa jadi justru dihindari.
Contoh :
1)    Adanya pantangan bayi dan anak tidak diberikan daging, ikan, telur, dan makanan yang dimasak dengan santan dan kelapa parut sebab dipercaya akan menyebabkan cacingan, sakit perut, dan sakit mata .
2)    Bagi gadis dilarang makan buah: pepaya, nanas dan jenis pisang tertentu (yang dianggap tabu) karena ada hubungan yang erat dengan siklus masa haid, hubungan kelamin dan reproduksi .
   Jadi, dapat kita pahami bahwa adanya masalah gizi di Indonnesia bukan hanya karena masalah sosek, tapi juga karena alasan-alasan budaya, di mana ada ketersediaan makanan tetapi terpaksa tidak dikonsumsi karena kepercayaan atau ketidaklaziman atau karena larangan agama
B. Kolerasi Ilmu Sosial Budaya dan Ilmu Gizi
Malnutrisi erat kaitannya dengan kemiskinan dan kebodohan serta adanya faktor budaya yang memengaruhi pemberian makanan tertentu. Banyaknya penderita kekurangan gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di Tanah Air disebabkan ketidaktahuan akan pentingnya gizi seimbang.
Faktor budaya sangat berperan penting dalam status gizi seseorang. Budaya memberi peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan makanan.Misalnya tabu makanan yang masih dijumpai di beberapa daerah. Tabu makanan yang merupakan bagian dari budaya menganggap makanan makanan tertentu berbahaya karena alasan-alasan yang tidak logis. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya pemahaman gizi masyarakat dan oleh sebab itu perlu berbagai upaya untuk memperbaikinya. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis yaitu adanya kekuatan supernatural yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut.
Di Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena bisa menyebabkan alat kelamin/skrotumnya bengkak. Balita perempuan tidak boleh makan pantat ayam karena nanti ketika mereka sudah menikah bisa diduakan suami. Sementara di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada bayi dianggap membuat pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas dan timun. Selain itu balita perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan karena bisa menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur ketan yang lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara ‘r’ dengan benar.
Selain itu unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi, 1989). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kebiasaan makan individu atau kelompok individu adalah memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya.
Tiga faktor terpenting yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah ketersediaan pangan, pola sosial budaya dan faktor-faktor pribadi (Harper et al., 1986). Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari kebiasaan makan adalah konsumsi pangan (kuantitas dan kualitas), kesukaan terhadap makanan tertentu, kepercayaan, pantangan, atau sikap terhadap makanan tertentu (Wahyuni, 1988). Khumaidi (1989) menyatakan bahwa dari segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik atau dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi dan ada yang buruk (dapat menghambat terpenuhinya kecukupan gizi), seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep-konsep gizi. Menurut Williams (1993), masalah yang menyebabkan malnutrisi adalah tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Kebiasaan makan dalam rumahtangga penting untuk diperhatikan, karena kebiasaan makan mempengaruhi pemilihan dan penggunaan pangan dan selanjutnya mempengaruhi tinggi rendahnya mutu makanan rumahtangga.
Oleh karena itu, penyuluhan gizi penting untuk terus menerus dilakukan untuk memperbaiki pengetahuan gizi dan kebiasaan makan masyarakat. Penyuluhan gizi menjadi landasan terjadinya perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kelembagaan penyuluhan gizi seperti Posyandu perlu lebih diperkuat sehingga aktivitas penyuluhan tidak terabaikan.

No comments: