Korelasi Ilmu Gizi dan Ilmu Agama
A. Pengertian Ilmu Gizi
Gizi menurut Islam berasal dari bahasa Arab "Al-Gizzal"
yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Gizi adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses
digesti, absobsi, transportasi penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran
zat-zat yang tidak di gunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Makanan atau tha'am dalam bahasa Al'Qur an adalah segala sesuatu
yang di makan atau di cicipi. Karena itu "minuman" pun termasuk dalam
pengertian tha'am. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 249, menggunakan kata Syariba
(minum) dan yath'am (makan).
Makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang di perlukan tubuh
harus baik kualitas maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa di
sebut dengan triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga,
pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan salah satu zat gizi
tertentu pada suatu jenis makanan, akan di lengkapi oleh zat gizi serupa dari
makanan yang lain.
B. Korelasi Ilmu Gizi dan Ilmu Agama
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa gizi adalah makanan yang sangat
berguna untuk tubuh dan kesehatan, namun didalam mengkonsumsi makanan kita
perlu memperhatikan bahwa ada ayat dalam al-Quran yang menjelaskan umat manusia
untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan tidak berlebihan dalam
mengkonsumsinya. Misalnya pada surat Al-A’raf ayat 31 :
يَا
بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa perintah Allah agar manusia
mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan dalam jumlah yang sesuai yang
diperlukan oleh tubuh. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa mengkonsumsi
makanan dari sumber zat gizi manapun dengan jumlah yang melebihi kebutuhan
tubuh akan memberikan efek samping dan menyebabkan beberapa gangguan kesehatan,
hal ini menunjukkan bahwa ilmu tentang nutrisi bagi tubuh telah Allah sampaikan
beratus-ratus tahun silam sebelum ilmu dan pengetahuan berkembang. Selain ayat
tersebut Rasulullah saw. pernah bersabda :
عن المقدام بن
معدي كرب اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: مَا مَلاَءَ اَدَمِيُّ
وِعَاءَ شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ, بِحَسْبِ ابْنِ اَدَمَ لُقَيْمَةٌ يُقِمْنَ
صُلْبَهُ فَاِنْ كَانَ لاَمحَاَلةَ فَاعِلًا فَثُلُثٌ لِطَعَامِه وثُلُثٌ لِشَرَا
بِه وثُلُثٌ لِنَفْسِه.( رواه الترمذى وابن حبان )
Dari miqdam bin
ma’dikariba sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:“Tidaklah seorang anak Adam
mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya sendiri , cukuplah bagi anak adam
beberapa suap yang dapat menegakkan
tulang punggungnya, jikapun ingin berbuat lebih, maka sepertiga untuk makanan
dan sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk nafasnya. ( HR. Tirmidzi dan
Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadis yang
diriwayatkan dari Miqdam, bahwasanya Nabi memerintahkan kita untuk makan yang
cukup dan tidak memenuhi seluruh perut kita dengan makanan. Tetapi dibagi
menjadi tiga bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, dan
sepertiga untuk udara. Sebagai ilustrasi, jika
sebuah blender yang diisi penuh sampai ke atas dan kemudian mesinnya di
hidupkan, maka blender itu bisa pecah atau rusak. Perut manusia bukan blender,
tetapi sebagai penghalus, berfungsi juga sebagai pemecah, pencampur, dan
pengolah makanan, segalanya menjadi satu.
Pembatasan makanan tidak
berarti anjuran untuk menahan lapar terus menerus yang membuat orang lapar
gizi. Al-hadis mengajarkan untuk makan setelah lapar, dan berhenti sebelum
kenyang. namun yang dimaksud lapar
di sini bukanlah lapar dalam pengertian lapar gizi. Dengan demikian, islam telah mengajarkan
pola makan yang seimbang. Pola makan yang berlebihan merupakan sesuatu yang
dilarang oleh Allah. Telah terbukti dalam literatur kesehatan bahwa makanan
yang berlebihan merupakan dasar dari berbagai penyakit. Kelebihan makanan dapat
membuat obesitas yang menambah resiko berbagai penyakit seperti diabetes,
hipertensi, jantung, dan lain-lain. Untuk menjaga agar terbiasa tidak makan
berlebihan, islam juga mengatur puasa wajib di bulan ramadan dan puasa sunat di hari lainnya.
Tubuh
manusia membutuhkan makanan seimbang yang bisa dikonsumsi dan diserap, serta
menggantikan zat-zat yang hilang darinya, menghilangkan rasa lapar, untuk
kemudian menjadikannya kuat bekerja dan beraktivitas, serta memperkuat peran
imunitas yang ada di dalamnya guna melawan virus dan penyakit. Makanan seimbang
adalah kata lain dari makanan sehat, sebagai bentuk perwujudan bagi
keseimbangan yang telah ditetapkan Allah SWT pada segala sesuatu.
(٨) أَلَّا
تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ (٧) وَالسَّمَاءَ
رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
(٩) وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ
(٩) وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ
“Langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar
kalian jangan merusak keseimbangan itu, dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan
adil dan janganlah kalian mengurangi keseimbangan itu.” (QS ar-Rahman: 7-9).
Oleh karena itu, melalui berbagai penelitian kajian para ahli gizi
telah berusaha mengetahui berbagai kebutuhan makanan yang dibutuhkan manusia.
Kemudian mereka membuat dasar-dasar pijakan yang jelas dan benar tentang
makanan itu sesuai kondisi, lingkungan, serta usia seseorang. Pada bagian lain,
beberapa agama yang mengharamkan memakan daging. Misalnya agama Budha dan
Hindu, mereka hanya membolehkan manusia memakan tumbuh-tumbuhan, seperti kaum
vegetarian. Meskipun tumbuh-tumbuhan kaya akan unsur penting seperti mineral,
karbohidrat dan vitamin, tapi porsi makanan penting yang digunakan untuk
menghasilkan kalori dan pembentukan jaringan jauh lebih banyak pada hewani.
Oleh karena itu, manusia harus mengkonsumsi makanan secara seimbang (nabati dan
hewani) yang bisa mendorong sekaligus membantu kerja semua anggota tubuh.
Allah SWT berfirman :
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباًوَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
dapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan sesungguhnya
syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (QS Al Baqarah :168)
Sudah tentu sebagai umat islam, diwajibkan memakan makanan dari
sumber dan bahan makanan yang halal. Tidak hanya menyebutkan tentang makanan
yang menyehatkan tubuh, dalam Al Qur’an juga disebutkan dalam banyak ayat
tentang makanan yang haram, karena di dalamnya lebih banyak mengandung penyakit
dibandingkan manfaatnya. Seperti daging babi yang banyak menimbulkan penyakit
pada manusia, babi dianggap sebagai hewan yang tidak layak untuk dikonsumsi,
sumber parasit (taenia solium, trichinila spiralis, schistosoma japonicum,
fasciolepsis buski, ascaris, anklestoma, calonorchis sinensis, paragonimus dan
swine erysipelas), berbagai bakteri penyebab penyakit seperti TBC, cacar (small
pox), scabies, Rusiformas N (pembusukan pada kaki), salmonella choler suis,
blantidium coli, brocellosis, toxoplasma gondi. Selain itu terdapat berbagai
makanan yang diharamkan dalam Al Qur’an yang mempunyai efek buruk terhadap
kesehatan seperti khamr, bangkai, darah dan binatang yang disembelih tidak
dengan menyebut asma Allah SWT. Melalui kemajuan teknologi, saat ini sudah
terdapat standar sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman yang
tentunya mengacu pada ilmu-ilmu yang terdapat dalam Al Qur’an dan Al Hadist.
Kolerasi Ilmu Sosial Budaya dan Ilmu agama
A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya
Ilmu budaya adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang
paling mendasar dalam kehidupan manusia sebagai mahluk berbudaya. Sosial Budaya
adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai suatu konsep budaya, makanan bukanlah semata-mata
suatu produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia yang dapat dipakai oleh
organisme termasuk manusia untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi makanan sebagai
sesuatu yang akan dimakan, diperlukan pengesahan budaya. Lewat konsep-konsep
budaya itulah sejumlah makanan yang menurut ilmu gizi sangat bermanfaat untuk
dikonsumsi, tetapi dalam prakteknya bisa jadi justru dihindari.
Contoh :
1) Adanya
pantangan bayi dan anak tidak diberikan daging, ikan, telur, dan makanan yang
dimasak dengan santan dan kelapa parut sebab dipercaya akan menyebabkan
cacingan, sakit perut, dan sakit mata .
2) Bagi gadis
dilarang makan buah: pepaya, nanas dan jenis pisang tertentu (yang dianggap
tabu) karena ada hubungan yang erat dengan siklus masa haid, hubungan kelamin
dan reproduksi .
Jadi, dapat kita
pahami bahwa adanya masalah gizi di Indonnesia bukan hanya karena masalah
sosek, tapi juga karena alasan-alasan budaya, di mana ada ketersediaan makanan
tetapi terpaksa tidak dikonsumsi karena kepercayaan atau ketidaklaziman atau
karena larangan agama
B. Kolerasi Ilmu Sosial Budaya dan Ilmu Gizi
Malnutrisi erat kaitannya dengan kemiskinan dan kebodohan serta
adanya faktor budaya yang memengaruhi pemberian makanan tertentu. Banyaknya
penderita kekurangan gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di Tanah Air
disebabkan ketidaktahuan akan pentingnya gizi seimbang.
Faktor budaya sangat berperan penting dalam status gizi seseorang.
Budaya memberi peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan
makanan.Misalnya tabu makanan yang masih dijumpai di beberapa daerah. Tabu
makanan yang merupakan bagian dari budaya menganggap makanan makanan tertentu
berbahaya karena alasan-alasan yang tidak logis. Hal ini mengindikasikan masih
rendahnya pemahaman gizi masyarakat dan oleh sebab itu perlu berbagai upaya
untuk memperbaikinya. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk
mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau
hukuman terhadap yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan
magis yaitu adanya kekuatan supernatural yang berbau mistik yang akan menghukum
orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut.
Di Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada bayi dan balita
laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena bisa menyebabkan alat
kelamin/skrotumnya bengkak. Balita perempuan tidak boleh makan pantat ayam
karena nanti ketika mereka sudah menikah bisa diduakan suami. Sementara di Indramayu,
makanan gurih yang diberikan kepada bayi dianggap membuat pertumbuhannya
menjadi terhambat. Untuk balita perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas
dan timun. Selain itu balita perempuan dan laki-laki juga tidak boleh
mengonsumsi ketan karena bisa menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap
bahwa tekstur ketan yang lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara
‘r’ dengan benar.
Selain itu unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan
makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan
makanan (Khumaidi, 1989). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kebiasaan makan
individu atau kelompok individu adalah memilih pangan dan mengonsumsinya
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya.
Tiga faktor terpenting yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah
ketersediaan pangan, pola sosial budaya dan faktor-faktor pribadi (Harper et
al., 1986). Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari kebiasaan makan
adalah konsumsi pangan (kuantitas dan kualitas), kesukaan terhadap makanan
tertentu, kepercayaan, pantangan, atau sikap terhadap makanan tertentu
(Wahyuni, 1988). Khumaidi (1989) menyatakan bahwa dari segi gizi, kebiasaan
makan ada yang baik atau dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi dan ada
yang buruk (dapat menghambat terpenuhinya kecukupan gizi), seperti adanya
pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep-konsep gizi. Menurut Williams
(1993), masalah yang menyebabkan malnutrisi adalah tidak cukupnya pengetahuan
gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Kebiasaan
makan dalam rumahtangga penting untuk diperhatikan, karena kebiasaan makan
mempengaruhi pemilihan dan penggunaan pangan dan selanjutnya mempengaruhi
tinggi rendahnya mutu makanan rumahtangga.
Oleh karena itu, penyuluhan gizi penting untuk terus menerus
dilakukan untuk memperbaiki pengetahuan gizi dan kebiasaan makan masyarakat.
Penyuluhan gizi menjadi landasan terjadinya perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Kelembagaan penyuluhan gizi seperti Posyandu perlu lebih
diperkuat sehingga aktivitas penyuluhan tidak terabaikan.
No comments:
Post a Comment